Afiliasi : Organisasi Aikido atau Gurunya?



Pertanyaan mengenai organisasi aikido dan gurunya sering menjadi diskusi menarik diantara sesama aikidoka, apakah dia akan memilih bergabung kepada organisasi aikido atau memilih kepada Guru besar [Shihan]. Sesungguhnya hal ini tidak perlu terjadi perdebatan tak menentu, apabila kita menyadari esensi atau pesan-pesan penting yang telah disampaikan oleh Hombu [AIkikai Foundation] melalui Ketentuan Internasional Hombu atau International Hombu Regulation Tahun 2000 [IHR-2000].
Fenomena ini mencuat pasca tahun 2000, yang menurut kami sangat wajar, seiring dengan diberlakukannya IHR pada tahun 2000, yang salah satu ketentuannya mengatur bahwa Hombu merestui bahwa dalam 1 negara bisa terdapat lebih dari 1 organisasi yang diakui oleh Hombu. Karena sebelumnya, berdasarkan IHR-1983 Hombu memberikan pengakuan hanya kepada 1 Organisasi dalam 1 Negara, dimana Indonesia sempat mengalami ketentuan ini.
Seiring dengan derasnya minat masyarakat [dunia] untuk bergabung dengan seni-bela diri Aikido, hal ini tentu mengakibatkan bahwa penerapan ketentuan 1 negara hanya 1 organisasi aikido dipandang sudah tidak efektif / tidak bisa diterapkan, pada akhirnya hombu mengeluarkan IHR-2000 yang membuka kemungkinan untuk memberikan pengakuan terhadap lebih dari satu organisasi pada 1 negara.
Pada tahun 1997-pun saya pernah mempertanyakan / mengklarifikasi ke Hombu mengenai adanya lebih dari 1 organisasi pada 1 negara [saat itu saya mengirimkan surat kepada Mr. Fujita Shihan - Sekretaris Jenderal Aikikai Foundation] - dan saat itu Aikikai Foundation tidak bisa memberikan jawaban yang pasti atas pertanyaan yang saya ajukan, namun pada tahun 2001 [setelah saya selesai menjabat Sekretaris Jenderal Yayasan Indonesia Aikikai] baru saya memperoleh jawaban dengan dikirimkannya IHR-2000 kepada saya.
Perubahan/dinamika ini, sesungguhnya sangat berpotensi memunculkan friksi diantara sesama simpatisan maupun aikidoka Indonesia karena tidak memahami esensi dari IHR-2000 dimaksud, karena hingga saat itu Aikidoka Indonesia benar-benar mematuhi apa yang diperintahkan oleh Hombu berdasarkan IHR-1983 [fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia, bahkan terjadi pula pada negara-negara lain]. Namun sangat disayangkan, karena pada tahun 2000 [mungkin] kita tidak menyadari dan mengantisipasi perubahan ini, agar tidak muncul adanya "gejolak" diantara sesama aikidoka.
Hombu melalui IHR-2000 secara tegas hanya memberikan 1 cara pengakuan yaitu pengakuan terhadap Lembaga / Badan atau Organisasi. Namun dengan terjadinya globalisasi, tidak tertutup kemungkinan bahwa seorang Shihan [dari suatu negara, yang sudah tentu telah tergabung dalam 1 orgaisasi yang diakui oleh Hombu], menyebarluaskan ajaran aikido ke seluruh dunia atau membuka cabang organisasi pada negara-negara lain. Misalnya seorang Shihan memiliki organisasi yang telah diakui hombu, melalui murid-muridnya atau shihan itu sendiri menyebarluaskan aikido ke seluruh dunia. Dimana penyebarluasan kegiatan Aikido inilah yang turut mendukung terciptanya atau lahirnya cabang atau organisasi aikido baru pada suatu negara di seluruh dunia termaksud di Indonesia.
Keleluasaan seorang shihan untuk menyebarluaskan aikido di seluruh dunia, hal ini tidak mengartikan bahwa Shihan bisa menerbitkan dan menandatangani ijazah yudansha. IHR-2000 secara tegas mengatur bahwa :
1. Penerbitan ijazah [yudansha] hanya dilakukan oleh hombu dan hanya ditandatangani oleh Doshu [ketua Aikido Dunia], atau dengan kata lain hombu tidak mendelegasikan penerbitan dan penandatanganan ijazah kepada organisasi yang telah diakui oleh hombu dojo ataupun kepada Shihan ; dan selanjutnya diperintahkan agar
2. Antar sesama Aikidoka pemegang sertifikat yudansha yang diterbitkan Honbu dan ditandatangani oleh Doshu, harus saling menghormati, atau dari mana-pun asal-usul aikidoka itu tergabung pada suatu organisasi, maka hombu tetap mengakui yang bersangkutan sebagai anggota Aikikai Foundation [Aikido World Headquaters/Pusat Aikido Dunia] sepanjang ia pemegang sertifikat resmi yang diterbitkan oleh hombu dan ditandatangai Doshu.
Dari uraian ini dapat dimengerti bahwa setiap orang diperkenankan untuk berlatih aikido dengan cara bergabung pada suatu organisasi yang telah mendapat pengakuan dari Aikikai Foundation atau dengan Shihan dari Organisasi aikido manapun, dan hombu melalui aturan ini merestui terjadinya 'mutasi' bagi setiap Aikidoka untuk bergabung dan berlatih pada suatu dojo manapun di dunia [amati paspor yudansha yang berlaku di seluruh dunia], fakta ini jika direnungkan sesungguhnya bermaksud untuk memanifestasikan Universalitas Aikido bagi seluruh umat manusia di dunia dengan berpusat kepada Aikikai Foundation. Jadi salah satu esensi penting dari IHR-2000 yang berkaitan erat dengan kegiatan pelatihan seni bela diri Aikido di Indonesia antara lain :
1. Dalam aikido tidak ada larangan bagi seorang untuk berpindah atau menambah keahliannya dengan belajar pada shihan lain di tempat manapun atau diseluruh dunia [menurut saya ini adalah hak asasi manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya melalui pendidikan dan pembinaan seni bela diri aikido].
2. Selama ia adalah yudansha pemegang sertifikat yang diterbitkan oleh Aikikai Foundation [hombu dojo], maka setiap aikidoka harus menghormati yang bersangkutan adalah sebagai Yudansha anggota Aikikai Foundation ;
3. Sebaliknya apabila kita bersikap negatif atau menghina keabsahan orang tersebut selaku yudansha atau-pun organisasi Aikido dimana ia bernaung, sesungguhnya kita telah bersikap tercela terhadap diri sendiri, tingkatan Aikido yang telah diraih dan juga kepada Doshu / ketua aikido dunia.
RGS Aikido Club |3 September 2010